Dosa PKI Terhadap Ulama Madiun 1948

2 Comments
PERISTIWA Madiun 69 tahun silam tak akan pupus dari sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Pemberontakan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1948 itu merupakan peristiwa kelam yang telah merenggut banyak nyawa ulama dan tokoh-tokoh agama. 

Sejak Peristiwa Madiun 1948 dan pemberontakan G30SPKI 1965 menjadi bukti betapa hebatnya ancaman komunisme di Indonesia. Sejarah mencatat bahwa Peristiwa Madiun 1948 dilakukan anggota PKI dan partai-partai kiri lainnya yang tergabung dalam organisasi bernama Front Demokrasi Rakyat (FDR). 

Adapun latar belakang terjadinya pemberontakan PKI Madiun 1948 menyusul jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin pada masa itu. Penyebab jatuhnya kabinet Amir akibat kegagalannya pada perundingan Renville yang merugikan Indonesia. Untuk merebut kembali kedudukannya, 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR).

Organisasi ini didukung oleh Pemuda Sosialis Indonesia, Partai Sosialis Indonesia, PKI, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Mereka melancarkan propaganda anti pemerintah, mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi buruh. Selain itu melakukan pembunuhan ulama dan pejuang kemerdekaan. 

Adapun tujuan mereka adalah ingin meruntuhkan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Segala cara pun mereka lakukan demi memuluskan misinya. 

Sebelum Peristiwa Madiun, PKI juga telah melakukan kekacauan di Solo (Surakarta) hingga menewaskan banyak perwira TNI AD dan tokoh pejuang 1945. Oleh PKI, daerah Surakarta dijadikan daerah yang kacau (wildwest). Sedangkan Madiun dijadikan PKI sebagai basis gerilya. 

Pada tanggal 18 September 1948, Musso memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Sejak saat itu, gerakan PKI ini semakin merajalela hingga menguasai dan menduduki tempat-tempat penting di Madiun.

Sejarawan Agus Sunyoto mengungkapkan fakta sejarah bagaimana kebiadaban PKI melakukan makar dan pemberontakan kala itu. Agus menceritakan kekejaman PKI ini di berbagai sumber referensi seperti buku, makalah, buletin dan forum diskusi atau seminar. 

Agus yang juga penulis buku ‘Banser Berjihad Menumpas PKI’ ini mengungkapkan ada ribuan nyawa umat Islam termasuk para ulama NU menjadi korban dan simbol-simbol Islam dihancurkan.

Keberhasilan FDR/PKI menguasai Madiun didisusul dengan aksi penjarahan, penangkapan sewenang-wenang terhadap musuh PKI. Mereka tidak segan-segan menembak, hingga berbagai macam tindakan fasisme berlangsung sehingga membuat masyarakat Kota Madiun ketakutan. 

Agus menceritakan, pada tahun 1948 itu para pimpinan Masyumi dan PNI ditangkap dan dibunuh. Orang-orang berpakaian Warok Ponorogo dengan senjata revolver dan kelewang menembak atau membunuh orang-orang yang dianggap musuh PKI. Mayat-mayat pun bergelimpangan di sepanjang jalan. Bendera merah putih dirobek diganti bendera merah berlambang palu arit. Potret Soekarno diganti potret Moeso. 

Liputan wartawan ‘Sin Po’ yang berada di Madiun, menuliskan detik-detik ketika PKI pamer kekejaman itu dalam reportase yang diberi judul: 'Kekedjeman kaoem Communist; Golongan Masjoemi menderita paling heibat; Bangsa Tionghoa "ketjipratan" djoega.'

Tanggal 18 September 1948 pagi sebelum terbit fajar, sekitar 1.500 orang pasukan FDR/PKI (700 orang di antaranya dari Kesatuan Pesindo pimpinan Mayor Pandjang Djoko Prijono) bergerak ke pusat Kota Madiun. 

Kesatuan CPM, TNI, Polisi, aparat pemerintahan sipil terkejut ketika diserang mendadak. Terjadi perlawanan singkat di markas TNI, kantor CPM, kantor Polisi. Pasukan Pesindo bergerak cepat menguasai tempat-tempat strategis di Madiun. Saat fajar terbit, Madiun sudah jatuh ke tangan FDR/PKI. Sekitar 350 orang ditahan.

Di waktu yang sama, di Kota Magetan sekitar 1.000 orang pasukan FDR/PKI bergerak menyerbu Kabupaten, kantor Komando Distrik Militer (Kodim), Kantor Onder Distrik Militer (Koramil), Kantor Resort Polisi, rumah kepala pengadilan, dan kantor pemerintahan sipil di Magetan. 

Sama dengan penyerangan mendadak di Madiun, setelah menguasai Kota Magetan dan menawan bupati, patih, sekretaris kabupaten, jaksa, ketua pengadilan, kapolres, komandan Kodim, dan aparat Kabupaten Magetan, mereka juga menangkap dan membunuh tokoh-tokoh Masyumi dan PNI di kampung-kampung, pesantren-pesantren, desa-desa. 

Gadis Rasid, seorang pejuang yang juga wartawan pada tahun 1940-an menulis reportase tentang kebiadaban FDR/PKI tersebut. Gadis menyaksikan pembantaian massal di Gorang-gareng, Magetan. Pembunuhan, perampokan dan penangkapan yang dilakukan FDR/PKI itu diberitakan surat kabar Merdeka 1 November 1948.

Meski tidak sama dengan aksi serangan di Madiun dan Magetan yang sukses mengambil alih pemerintahan, serangan mendadak yang sama pada pagi hari tanggal 18 September 1948 itu dilakukan oleh pasukan FDR/PKI di Trenggalek, Ponorogo, Pacitan, Ngawi, Purwodadi, Kudus, Pati, Blora, Rembang, Cepu. 

Sama dengan di Madiun dan Magetan, aksi serangan FDR/PKI selalu meninggalkan jejak pembantaian massal terhadap musuh-musuh mereka. Antropolog Amerika, Robert Jay, yang ke Jawa Tengah pada tahun 1953 mencatat bagaimana PKI melenyapkan tidak hanya pejabat pemerintah, tapi juga penduduk, terutama ulama-ulama ortodoks, santri dan mereka yang dikenal karena kesalehannya kepada Islam: mereka itu ditembak, dibakar sampai mati, atau dicincang-cincang. 

Masjid dan madrasah dibakar, bahkan ulama dan santri-santrinya dikunci di dalam madrasah, lalu madrasahnya dibakar. Tentu mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena ulama itu orang-orang tua yang sudah ubanan, orang-orang dan anak-anak laki-laki yang baik yang tidak melawan. Setelah itu, rumah-rumah pemeluk Islam dirampok dan dirusak.

Tindakan kejam FDR/PKI selama menjalankan aksi kudeta itu menyulut amarah Presiden Soekarno yang mengecam tindakan tersebut dalam pidato yang berisi seruan bagi rakyat Indonesia untuk menentukan nasib sendiri dengan memilih: “Ikut Muso dengan PKI-nya yang akan membawa bangkrutnya cita-cita Indonesia merdeka-atau ikut Soekarno-Hatta, yang Insya Allah dengan bantuan Tuhan akan memimpin Negara Republik Indonesia ke Indonesia yang merdeka, tidak dijajah oleh negara apa pun juga. 

Presiden Soekarno menyeru agar rakyat membantu alat pemerintah untuk memberantas semua pemberontakan dan mengembalikan pemerintahan yang sah di daerah. Madiun harus lekas di tangan kita kembali”. 

Sejarah mencatat, bahwa antara tanggal 18-21 September 1948 gerakan makar FDR/PKI yang dilakukan dengan sangat cepat itu tidak bisa dimaknai lain kecuali sebagai pemberontakan. Sebab dalam tempo hanya tiga hari, FDR/PKI telah membunuh pejabat-pejabat negara baik sipil maupun militer, tokoh masyarakat, tokoh politik, tokoh pendidikan, bahkan tokoh agama. 

Setelah gerakan makar FDR/PKI berhasil ditumpas TNI dibantu masyarakat, awal Januari tahun 1950 sumur-sumur ‘neraka’ yang digunakan FDR/PKI mengubur korban-korban kekejaman mereka dibongkar oleh pemerintah. Puluhan ribu masyarakat dari Magetan, Madiun, Ngawi, Ponorogo, Trenggalek datang menyaksikan pembongkaran sumur-sumur ‘neraka’. 

Mereka bukan sekadar melihat peristiwa itu, namun sebagian di antara mereka ingin mencari anggota keluarganya yang diculik PKI. Diantara sumur-sumur ‘neraka’ yang dibongkar itu, informasinya diketahui justru berdasar pengakuan orang-orang PKI sendiri. 

Dalam proses pembongkaran sumur-sumur ‘neraka’ itu terdapat tujuh lokasi ditambah dua lokasi pembantaian di Magetan, yaitu, (1) Sumur ‘neraka’ Desa Dijenan, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Magetan; (2) Sumur ‘neraka’ I Desa Soco, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan; (3) Sumur ‘neraka’ II Desa Soco, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan; (4) Sumur ‘neraka’ Desa Cigrok, Kecamatan Kenongomulyo, Kabupaten Magetan; (5). Sumur ‘neraka’ Desa Pojok, Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan; (6) Sumur ‘neraka’ Desa Batokan, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Magetan; (7) Sumur ‘neraka’ Desa Bogem, Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan. 

Sementara dua lokasi killing fields yang digunakan FDR/PKI membantai musuh-musuhnya, yaitu ruang kantor dan halaman pabrik gula Gorang-gareng dan Alas Tuwa di dekat Desa Geni Langit di Magetan.

Fakta kekejaman FDR/PKI tahun 1948 ini disaksikan ribuan warga masyarakat yang menyaksikan langsung pembongkaran sumur-sumur ‘neraka’ itu. Setelah diidentifikasi diperoleh sejumlah nama pejabat pemerintahan maupun TNI, ulama, tokoh Masjoemi, tokoh PNI, polisi, camat, kepala desa, bahkan guru.




Di sumur tua Desa Soco ditemukan kurang lebih 108 jenazah korban kebiadaban PKI. Sebanyak 78 orang di antaranya dapat dikenali, sedangkan sisanya tidak dikenal. Salah satu di antara korbannya adalah KH Soelaiman Zuhdi Affandi, pimpinan Ponpes Ath-Tohirin Mojopurno, Magetan.


Kemudian, Kyai Imam Mursjid Muttaqin, Mursyid Tarikat Syattariyah Pesantren Takeran. Jasadnya ditemukan di Sumur ‘neraka’ II Desa Soco, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan. Selain Kyai Imam Mursjid, ulama lain ikut menjadi korban yaitu Kyai Zoebair, Kyai Malik, Krai Noeroen, Kyai Moch Noor. 

Lalu, di sumur tersebut ditemukan jasad R Ismaiadi, Kepala Resort Polisi Magetan; R Doerjat (Inspektur Polisi Magetan), Kasianto, Soebianto, Kholis, Soekir, (keempatnya anggota Polri); dan masih banyak pejabat dan ulama lainnya.

Di sumur ‘neraka’ I Desa Soco ditemukan jasad Soehoed (camat Magetan); R Moerti (Kepala Pengadilan Magetan); Mas Ngabehi Soedibyo (Bupati Magetan). Kemudian ada sekitar 40 mayat tidak dikenali karena bukan warga Magetan.

Selain itu, di Sumur ‘neraka’ Desa Cigrok, Kecamatan Kenongomulyo, Kabupaten Magetan ditemukan jasad KH Imam Shofwan, pengasuh Pesantren Thoriqussa’ada Rejosari, Madiun. Imam Shofwan dikubur hidup-hidup di salam sumur tersebut. Ketika dimasukkan ke dalam sumur, ulama NU ini masih sempat mengumandangkan adzan. 

Dua putranya Kyai Zubeir dan Kyai Bawani juga menjadi korban dan dikubur hidup bersama-sama. Sebanyak 22 jenazah ditemukan di sumur ini. Dan masih banyak tokoh ulama lainnya yang menjadi korban keganasan PKI.

Kebiadaban FDR/PKI selama melakukan aksi makarnya tahun 1948 adalah rekaman peristiwa yang tidak akan terlupakan. Sumur-sumur tua ‘neraka’ yang tersebar di Magetan dan Madiun adalah saksinya. 

Tak heran jika tindakan keji PKI berulang kembali pada 1 Oktober 1965 di mana para jenderal TNI AD diculik dan dibunuh secara sadis. Mayatnya kemudian ditemukan di dalam sumur ‘neraka’ Lubang Buaya di dekat Bandara Halim, Jakarta Timur.

Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun dan pemberontakan G30SPKI 1965, maka selamatlah bangsa Indonesia dari bahaya komunis. Kini, TNI dan ulama adalah pihak yang selalu di barisan terdepan melawan kebangkitan paham dan gerakan kiri tersebut. 


SUMBER:
[1] Sunyoto, Agus dkk. 1990. Lubang-Lubang Pembantaian: Pemberontakan FDR/PKI 1948 di Madiun. Grafiti Press.
[2] Sunyoto, Agus. 1996. Banser Berjihad Menumpas PKI. Lembaga Kajian dan Pengembangan, PW GP Ansor Jawa Timur & Pesulukan Thoriqoh Agung. Tulung Agung.
[3] Islamedia-Media Islam Online. 
[4] Dihimpun dari berbagai sumber.

Photo Dan Video Galeri Kerusuhan 1998

Add Comment
Berikut Foto dan Video yang terjadi pada kerusuhan Mei 1998 menjelang dan sesudah runtuhnya Orde baru atau rezim Suharto
Aparat keamanan memukuli mahasiswa Trisakti tanpa belas kasihan (Reuters).



Kerusuhan Mei 1998 di daerah Glodok, Jakarta. TEMPO/Rully Kesuma
TEMPO/ Rully Kesuma
Korban Tragedi 1998 terkapar di jalan.
Kerusuhan 13-14 Mei 1998 di daerah Glodok, Jakarta. (TEMPO/ Rully Kesuma)
Kerusuhan 13-14 Mei 1998 di daerah Manggarai, Jakarta. (TEMPO/ Rully Kesuma)
Mobil yang dibakar pada kerusuhan Mei 1998
dengan latar belakang Citraland Mall, Grogol, Jakarta. (TEMPO/Rully Kesuma)

Protes mahasiswa menolak Sidang Istimewa MPR dengan tentara pasukan marinir mengamankan kerusuhan yang terjadi di sekitar Jembatan Semanggi, Jakarta, 1998. (TEMPO/ Robin Ong)


Tentara dari pasukan anti huru hara (PHH) menembaki mahasiswa/ warga saat terjadi kerusuhan di sekitar Jembatan Semanggi, Jakarta, 1998. (TEMPO/ Rully Kesuma)

Polisi berkuda menghalau mahasiswa saat terjadi kerusuhan di Semanggi, Jakarta, 1998. (TEMPO/ Robin Ong)

Tentara dan polisi menangkap dan membopong mahasiswa yang menjadi korban saat terjadi kerusuhan di Semanggi, Jakarta, 1998 untuk diangkut. (TEMPO/ Robin Ong)
Truk dan mobil terbakar pada kerusuhan Mei, Jakarta, Selasa 14 Mei 1998. (TEMPO/ Rully Kesuma)
Polisi pada kerusuhan Jakarta, 14 Mei 1998 dekat kampus Trisakti (DR/Rully Kesuma)
Mobil yang terbakar pada kerusuhan, Jakarta, 14 Mei 1998 di Matraman, Jakarta (TEMPO/Rully Kesuma)
Toserba Yogya Klender setelah terbakar pada kerusuhan Mei, Jakarta, 14 Mei 1998. (DR/ Rully Kesuma)
Polisi Anti Huru-Hara (PHH) menghadang mahasiswa dengan senapan siap tembak saat Kerusuhan Mei 1998.
Polisi dengan senapan mengintai setelah penembakan mahasiswa Trisakti / kerusuhan Mei 1998 (TEMPO/Rully Kesuma)
Kerusuhan dengan para penjarah mengambil komputer di Jakarta, 13-14 Mei 1998. (TEMPO/ Rully Kesuma)
Pedagang asongan yang menjual teh botol berlari saat kerusuhan Mei, Jakarta, 13 Mei 1998. (TEMPO/ Yunizar Karim)
Kerusuhan Mei akibat tragedi Semanggi di sekitar Atrium Plasa, Senen, Jakarta, 1998. (TEMPO/ Gatot Sriwidodo)
Anak sekolah melempari pertokoan di Jalan Hasyim Ashari pada kerusuhan tanggal 13 Mei 1998, Jakarta. (Bodhi Chandra)
Tembok sebuah pertokoan yang ditulisi milik pribumi asli di Pondok Gede saat terjadi kerusuhan tanggal 14 Mei 1998, Jakarta. (Bodhi Chandra)
Seorang penjarah dengan kursi jarahan melewati mobil-mobil yang terbakar pada kerusuhan tanggal 14 Mei 1998 di Jalan Hasyim Ashari, Jakarta. (Bodhi Chandra)
Massa membalik dan membakar mobil pada kerusuhan tanggal 14 Mei 1998 di jalan Hasyim Ashari, Jakarta. (DR/Bodhi Chandra)
Massa penjarah dengan barang jarahan di golden trully harmoni pada kerusuhan tanggal 14 Mei 1998 di Jakarta. (Bodhi Chandra)
Massa yang akan menjarah di Pondok Gede dijaga oleh tentara anggota Paskhas Angkatan Udara pada kerusuhan tanggal 13 Mei 1998. (Yunizarr Karim)
Polisi mengangkat mayat yang menjadi korban pada kerusuhan tanggal 13 Mei 1998, Jakarta. (Yunizar Karim)
Massa membakar banyak pertokoan pada kerusuhan tanggal 13 Mei 1998, Jakarta. (Bodhi Chandra)



VIDEO














Kerusuhan Mei 1998

Add Comment
Kerusuhan Mei 1998
tragedi 14-Mei-1998-header
Sejarah kelabu negeri ini pernah terjadi  di tahun 1998 silam. Ketika, Soeharto, presiden kala itu terpilih untuk kesekian kalinya. Masyarakat yang selama ini diam, menyimpan bara. Terjadilah amuk massa masif, terutama di wilayah Jawa.


Sebuah tuntutan agar Soeharto lengser didengungkan. Hampir setiap hari, kala itu, demonstrasi terus digelar. Tuntutannya satu: Soeharto turun dari tampuk kekuasaan. Dan ujungnya, 13-14 Mei 1998. Demontrasi besar-besaran di gelar di Jakarta. Hari itu Jakarta mencekam. Dan kerusuhan pun meletus.

Kerusuhan Mei 1998 Murni Operasi Militer!
Pemerintah tidak penah menindaklanjuti dengan proses hukum soal laporan investigasi disusun oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998. Namu.n anggota TGPF Sandyawan Sumardi mengatakan kasus Mei 1998 adalah tragedi kemanusiaan terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Dia memperkirakan kekacauan pada tanggal 13, 14, dan 15 itu menewaskan 1.880 orang!
“Jumlah korban jiwa itu sangat besar dibandingkan Perang Diponegoro,” kata Sandyawan di kantornya di bilangan Kampung Melayu, Jakarta Timur. Pemerintah telah menyerahkan hasil penyelidikan TGPF Mei 1998 itu ke Kejaksaan Agung, namun sampai saat ini belum ditindaklanjuti hingga penyidikan.
tragedi 14-Mei-1998-01
Tragedi 14 Mei 1998, Ratusan Penjarah Tewas Terpanggang
Dia menuding Kejaksaan Agung tidak berniat menyelesaikan kasus kejahatan kemanusiaan itu dengan alasan menunggu terbentuknya Pengadilan Hak Asasi Ad Hoc.
Sandyawan menilai pemerintah sejatinya sejak awal tidak pernah menginginkan pembentukan TGPF. Tim ini terbentuk atas desakan negara-negara sahabat untuk mencari tahu penyebab kerusuhan dan penuntasannya. Komisi itu melibatkan semua departemen.
Lagi pula hasil dari temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bentukan Presiden Habibie untuk mencari keterlibatan Prabowo dalam kerusuhan 1998, juga tidak pernah disampaikan ke masyarakat luas secara jelas.
Apa dan mengapa serta seberapa besar keterlibatan tokoh tentara seperti Prabowo, Wiranto dan juga tokoh-tokoh sipil lainnya seperti Amin Rais, Sri Bintang Pamungkas dan juga orang-orang yang mengadakan pertemuan dengan Prabowo di Markas Kostrad pada malam harinya. pada kerusuhan yang terjadi di tahun 1998 itu, semua tak jelas dan tak ada laporan resmi yang pasti.
Sampai sekarang misalnya, kasus pembunuhan dan pemerkosaan massal itu sungguh sulit diungkap. “Kerusuhan Mei adalah operasi militer murni,” Sandyawan menegaskan.
pahlawan-12-mei-98
Mahasiswa korban Tragedi Trisakti atau Trisakti Shootings pada tahun 1998
Mahasiswa mahasiswa yang Gugur sebagai pahlawan reformasi pada saat terjadinya Tragedi Trisakti adalah:
Elang Mulya, Mahasiswa Trisakti, Jakarta
Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
Hafidin Royan, Mahasiswa Trisakti, Jakarta
Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
Hendriawan Sie, Mahasiswa Trisakti, Jakarta
Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
Hery Hartanto, Mahasiswa Trisakti, Jakarta
Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
15 tahun tragedi Trisakti 3
Tabur bunga untuk mengenang 15 tahun Tragedi Trisakti atau Trisakti Shootings 1998
16 tahun tragedi Trisakti
Mengenang 15 tahun Tragedi Trisakti atau Trisakti Shootings 1998 di Bundaran Hotel Indonesia Jakarta.
Mereka berempat tewas pada saat terjadi Tragedi Trisakti atau dikenal di dunia dalam bahasa Inggris sebagai Trisakti Shooting. Selain mereka berempat, ada banyak pula yang tewas  dan tak tercatat, yang tercatat lainnya hanya ada beberapa, diantaranya adalah:
  • Moses Gatotkaca. Masyarakat kelahiran Banjarmasin yang bekerja di Yogyakarta ini menjadi korban kekerasan pada saat terjadi kerusuhan di Yogyakarta pada tanggal 8 Mei 1998
  • Bernardus R Norma Irmawan, Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya, Jakarta. Gugur dalam peristiwa Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  • Engkus Kusnadi, Mahasiswa Universitas Jakarta. Gugur setelah Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  • Heru Sudibyo, Mahasiswa penyesuaian semester VII Universitas Terbuka, Jakarta. Gugur setelah Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  • Lukman Firdaus, Pelajar Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 3 Ciledug, Tangerang. Gugur setelah memperkuat barisan mahasiswa proreformasi di Jakarta, pada hari Kamis tanggal 12 November 1998 ia terluka berat dan meninggal dunia beberapa hari kemudian
  • Sigit Prasetyo, Mahasiswa Teknik Sipil YAI Jakarta. Gugur dalam peristiwa Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  • Teddy Wardani Kusuma, Mahasiswa Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi Indonesia, Serpong. Gugur dalam Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
kemudian …
  • Yap Yun Hap, Mahasiswa Universitas Indonesia, Jakarta. Gugur dalam peritiwa Tragedi Semanggi II pada tanggal 23 September 1999
  • Muhammad Yusuf Rizal, Mahasiswa FISIP angkatan 1997 Universitas Lampung, Lampung. Gugur tertembak di depan markas Koramil Kedaton, Lampung, pada tanggal 28 September 1999 saat melakukan unjuk rasa menentang penerapan UU PKB.
dan masih banyak lainnya…
16 tahun tragedi Trisakti 2
Mengenang 15 tahun Tragedi Trisakti atau Trisakti Shootings 1998 di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.
Temuan tim pencari fakta di beberapa kota, seperti Medan, Jakarta, Solo, Lampung, Palembang, dan Surabaya kian membuktikan keterlibatan militer. Dia menyebutkan kerusuhan di kota-kota itu selalu terjadi dengan sistematis, jumlah korban banyak, dan luas.
Meski begitu mantan Panglima ABRI Jenderal Wiranto dan bekas Komandan Jenderal Kopassus Letnan Jenderal Prabowo Subianto disebut-sebut bertanggung jawab dalam kerusuhan Mei telah membantah.
Pernyataan Prabowo tentang Kudeta diatas, harusnya juga menjadi momen penting kita sebagai warga negara yang menuntut kejelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi pada era itu.
doa di kuburan tragedi 1998
Ibu Sanu (sekitar 60 tahun), ibu dari seorang anak yang hilang dalam kerusuhan 13-15 Mei 1998, berdoa di depan sebuah makam pekuburan massal korban kerusuhan Mei 1998 di Pondok Rangon, Jakarta
Apalagi saat ini Prabowo maju menjadi capres pada pemilu 2014. Bisa jadi pun Wiranto ikut kembali.
Bijakkah calon pemimpin yang masih terbelenggu masalah sejarah kelam bangsa ini mengajukan diri untuk menjadi pemimpin bangsa???
Berapa banyak anak bangsa yang telah meregang nyawa pada tahun 1998 dari Sabang hingga Merauke untuk melepas rantai dari belenggu New Order atau Orde Baru agar jauh-jauh lebih bebas menerima dan mendapat segala informasi seperti sekarang?
Alangkah lebih Bijak jika calon pemimpin itu membersihkan namanya dari luka sejarah yang terjadi dalam proses kelam bangsa ini. Berilah pendidikan positif bagi rakyat dan generasi muda bangsa ini tentang bagaimana melihat seorang pemimpin.
Jangan biarkan sifat mudah melupakan sejarah yang dimiliki sebagian besar masyarakat menjadi kebiasaan dalam proses bernegara bangsa ini. Banyak kalangan berpendapat, sebaiknya tokoh-tokoh yang terlibat langsung dengan peristiwa seputar 21 Mei 1998, mengungkapkan apa yang mereka tahu dan rasakan.
ayah prabowo buka kartu
Dengan demikian masyarakat sendiri yang akan menilai siapa yang benar siapa yang tidak benar. Atau biarkanlah sejarah mengalir seperti apa adanya?
Yang jelas, menikmati alam reformasi atau perubahan yang sekarang anda nikmati, adalah berkat perjuangan dan pengorbanan jiwa mereka yang telah diculik dan dibunuh.
Namun para politikus yang kini juga lebih bergembira dialam kebebasan ini, sejatinya berdiri diatas linangan darah mereka, jika para politikus itu tak menghargai perjuangan reformasi, apalagi jika tak mau mengungkap kasus ini.
Bayangkan jika detik ini, Indonesia masih dipimpin diktator seperti di Korea Utara, yang rakyatnya terlihat selalu senang, namun sebenarnya tidak. Semua media dikebiri, seakan pemerintahnya selalu benar dan selalu membela rakyatnya yang jelas-jelas miskin dan terbelenggu serta tak dapat berbuat apa-apa akibat sangat takutnya kepada pemerintahnya sendiri.
Itulah sebabnya, jika memang ingin menjadi Pemimpin Bangsa dengan niat yang baik, maka awalilah dengan niat yang baik pula. Bersihkanlah nama dari noda sejarah. Karena rekam jejak atau track record, sejatinya tak akan pernah bisa dihapus. Karena Sejarah adalah Fakta, dan Fakta adalah Sejarah. Semoga bermanfaat. Wassalam. IndoCropCircles.com)
(sumbermerdeka / kompasiana / uniqpost.com / alloutabout.wordpress.com / ifeschool.wordpress.com / Tragedi Trisakti / Kerusuhan Mei 1998 /
majalahkonstan / edited, added, grammar: IndoCropCircles)

prabowo dan sby
Dua perwira ABRI, Prabowo Subianto dari keluarga Nasrani beretnis keturunan Tionghoa (kiri) dan Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) presiden ke-6 Indonesia.

Lengser Tahta Suharto Tahun 1998

Add Comment
 Lengser Tahta Suharto Tahun 1998
Dari berbagai tekanan yang dilakukan mahasiswa, sejumlah pejabat, dan pastinya juga Washington, Presiden Suharto akhirnya lengser pada Mei 1998. Euphoria gerakan reformasi meledak. Habibie jadi presiden, diganti Abdurrahman Wahid, lalu Megawati, dan kemudian Susilo Bambang Yudhoyono.

“Gerakan reformasi sudah berusia puluhan tahun lebih, namun di lapangan, praktik-praktik peninggalan rezim Suharto, yaitu KKN ternyata bukan berkurang namun malah tambah marak dan inovatif dengan berbagai dalih dan hujjah.”

Malah sejumlah tokoh yang mengaku reformis, dari yang sekuler sampai yang katanya fundamentalis, kini nyata-nyata mendekati Cendana kembali yang memang masih memiliki kekayaan materil yang luar biasa.

“Mereka beramai-ramai mengangkat Suharto sebagai orang yang patut diteladani dan bahkan dikatakan sebagai Guru Bangsa. Panglima besar KKN malah dijadikan Guru Bangsa. Ini merupakan sesuatu yang “amat hebat dan sungguh fantastis”.

Hal ini membuktikan kepada kita semua, betapa gerakan reformasi tenyata telah gagal total. Para Suhartois masih kuat bercokol di negeri ini. Hari-hari menjelang Pemilu 2009 lalu kita bisa melihat dengan mudah siapa saja orang-orang Indonesia, baik itu yang sekular maupun yang mengklaim sebagai reformis, yang sesungguhnya Suhartois. Mereka membuka topengnya lewat iklan, lewat manuver politik, dan sebagainya.


Koruptor satupun tak ada yang ditangkap, masuk bui tanpa adanya pengadilan bahkan salah pun tidak, penyiksaan dan pembunuhan terus berlangsung, secara total jutaan rakyat tewas. Tidak adanya keadilan adalah suatu yang NYATA. Namun kecanggihan merubah pola pikir atau cuci otak di zaman Suharto ini memang INTI dari semua managemen yang telah dilakukannya.

Saat itu, memang Indonesia jadi memiliki suatu faham pemerintahan yang “aneh”. Disatu sisi Indonesia berhalauan demokrasi dan berteman dengan kapitalis barat yang mengeruk kekayaan alam Indonesia dengan leluasa asalkan si pengeruk mau memberi “upeti” kepada penguasa.

Namun disisi lainnya, faham yang digunakan mirip sekali dengan sosialis dalam hal hak dan informasi kepada rakyat, mirip Korea Utara yang rakyatnya hingga detik disaat anda membaca artikel ini, mereka masih tetap tak tahu informasi apa-apa, iya, tak tahu dunia luar. Mirip era Suharto.


Suharto resigns
Kita lihat saja nanti, sebuah inkubator dan contoh kecil yaitu Korea Utara yang rakyatnya masih tetap merasa senang dan nyaman oleh rezim penguasa, hingga suatu saat rezim tersebut tergantikan dengan pemimpin yang demokratis, maka akan rusak mentalnya dan akan menganggap masa seperti disaat ini adalah saat yang paing enak, buta informasi. Maka disaat inilah rakyat Korea Utara sedang dicuci otaknya (brainwashed) selama puluhan tahun! sekali lagi, paling tidak 50% mirip era Orde Baru rezim Suharto pada masa lalu, buta informasi dunia!

Namun para Suhartois menganggap zaman Suharto adalah zaman “enak”. Mengapa? Karena kebodohan, karena ketidak-mengertian, pada masa itu para koruptor sedang diatas angin untuk mengeruk dan menumpuk kekayaan dan rakyat pun dibuatnya terlena nyaman dan tak tahu bagaimana sebenarnya perkembangan dunia secara global diluar sana. Karena semua media disaring, semua berita disaring, bahkan hanya ada satu televisi hingga tahun 90-an dan itupun milik pemerintah.

Begitu pula berita melalui radio pun disaring dan setelah semua berita tersaring, maka WAJIB di “relay” ke semua stasiun radio seantero Indonesia. Terpusat, tersentral dari Jakarta. Lagi pula, semua berita selalu, selalu dan selalu baik. Tanpa cacat pemerintahan, sempurna. Rakyat pun hidup terlena.

Bagaimana dengan koran dan majalah serta media informasi lainnya? Jawabannya hanya satu: bernasib sama. Tiada yang berani mengeritik pemerintah walau seujung jari, apalagi untuk mengungkapkan suatu protes atau ketidak-sukaan. Bagaimana dengan hak untuk berdemonstrasi dan mengungkapkan pendapat? Tak perlu dijawab!

Satu-satunya TV lainnya, selain TVRI adalah TVRI Programa-2, sama juga milik TVRI, tapi Pro-2 menyiarkan berita kota secara lokal dan kadang disisipi dengan penyiar dengan bahasa Inggris.


Memulai Keterbukaan Informasi Media Tentang Dunia, Adalah Awal Berakhirnya Rezim Orde Baru

Akhirnya pada masa tahun 90-an informasi mulai terbuka dengan diawali anak-anaknya mulai melirik bisnis TV swasta. Setelah salah satu anaknya ingin membuat TV swasta karena dianggap sangat menguntungkan dan sangat menggiurkan serta menjanjikan secara ekonomis, namun Suharto tetap melarangnya karena takut rakyatnya tahu dunia luar dan akan membandingkannya dengan keadaan Indonesia.

Maka untuk menghindari hal itu, dibuatlah TV yang berawal untuk dunia pendidikan saja yaitu Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Stasiun ini sama dengan TVRI, dari perangkatnya, alat siarnya, studionya, menaranya, hampir semuanya, tapi programnya berbeda karena untuk pendidikan anak-anak dan kaum muda.

TPI pertama kali mengudara pada 1 Januari 1991 selama 2 jam dari jam 19.00-21.00 WIB. TPI diresmikan Presiden Soeharto pada 23 Januari 1991 di Studio 12 TVRI Senayan, Jakarta Pusat.


Pada awal pendiriannya tahun 1991 TPI hanya ingin menyiarkan siaran edukatif saja. Saat itu TPI hanya mengudara 4 jam. Salah satunya dengan bekerjasama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyiarkan materi pelajaran pendidikan menengah.

Sejak itu TPI mengudara 4 jam, lalu sejak 1 Juni 1991 menjadi 6,5 jam. Lalu menjelang akhir 1991 sudah 8 jam.

Pada tahap awal pendiriannya, TPI berbagi saluran dengan televisi milik pemerintah, TVRI. Perlahan-lahan mereka mengurangi misi edukatif, dengan juga menyiarkan acara-acara lain, termasuk kuis-kuis dan sinetron sebagai selingan.

Walau isi awalnya hanya untuk kaum pelajar dan mahasiswa, namun iklan terus mengalir karena masyarakat mulai membandingkan, jenuh dan bosan mulai mewarnai stasiun TVRI, yang beritanya itu-itu saja.

TPI berpisah saluran dengan TVRI di pertengahan 90-an. Kini, program edukasi tersebut sudah tergusur, dan TPI fokus di program acara musik dangdut, seolah acara lain yang disebut ‘makin Indonesia’ dalam motto barunya seakan tenggelam oleh hingar bingar acara dangdut di TPI. Bahkan TPI sebagai kependekan dari Televisi Pendidikan Indonesiasudah tidak berlaku lagi.

Dalam website resmi TPI, disebutkan TPI adalah Televisi Paling Indonesia, sesuai dengan misi barunya, yakni menyiarkan acara-acara khas Indonesia seperti tayangan sinetron lokal dan musik dangdut.

Sejak 20 Oktober 2010, TPI resmi berganti nama menjadi MNCTV. Perubahan ini terjadi dikarenakan TPI tidak sesuai dengan konteks tertulis pada televisi tersebut yaitu menjadi salah satu televisi yang berbau pendidikan di Indonesia, dan oleh karena itu nama TPI berubah menjadi MNCTV untuk mengubah citra TPI di mata masyarakat.

Lalu televisi swasta kedua pun muncul setelah TPI, yaitu Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) kemudian diikuti dengan beberapa stasiun televisi lainnya seperti SCTV. Maka, informasipun mengalir dengan derasnya dan rakyat pun mulai membandingkan.

Dulu di era Orde Baru, berita lokal melalui TV dan radio selalu dimatikan oleh pemirsa dan pendengarnya, satu yang disukai hanyalah Dunia Dalam Berita dan itupun juga tak luput dari penyaringan berita.

Berbeda dengan sekarang yang beritanya jauh lebih realistis dan updated bahkan membuat pemirsanya “kecanduan”.

Artinya, suatu saat kedepannya nanti setelah Suharto dilengserkan dengan cara apapun, dikala Indonesia hancur lebur dan luluh lantak dalam krisis keuangan, krisis mental, dan krisis keamanan serta krisis keadilan, maka Suharto akan tetap disanjung. Inilah inti dari semuanya. Intinya. Inti. Dan nyatanya memang banyak warga Indonesia yang terbukti telah berubah pola pikirnya. (Y 070713).




*