Rezim Orde Baru Atau Kapitalis Indonesia

Ketika Indonesia Mulai Menjadi Kapitalis di Masa Rezim Orde Baru


“ORDE BARU”
“NEW ORDER”
NEW World ORDER

“Sampai detik ini, saat Suharto sudah menemui ajal dan dikuburkan di kompleks pemakaman keluarga di Kompleks Astana Giribangun. Makam ini dibangun di atas sebuah bukit, tepat di bawah Astana Mangadeg, komplek pemakaman para penguasa Mangkunegaran, salah satu pecahan Kesultanan Mataram. Astana Mangadeg berada di ketinggian 750 meter dpl, sedangkan dibawahnya, Astana Giribangun pada 666 meter dpl. 

Perampokan atas seluruh kekayaan alam negeri ini masih saja terus berjalan dan dikerjakan dengan sangat leluasa oleh berbagai korporasi Yahudi Dunia.”


“Ketika tepat 100 tahun gerakan Zionisme Internasional merayakan kelahirannya, dan salah seorang pengusaha Yahudi dunia bernama George Soros memborong mata uang dollar AS dari pasar uang dunia, maka meletuslah krisis keuangan yang berawal dari Thailand dan terus merembet ke Indonesia.”

*

Bulan November 41 tahun lalu, Jenderal Suharto yang telah sukses mengkudeta Bung Karno, mengirim satu tim ekonomi yang terdiri dari Prof. Sadli, Prof. Soemitro Djoyohadikusumoh, dan sejumlah profesor ekonomi lulusan Berkeley University AS, sebab itu tim ekonomi ini juga disebut sebagai ‘Mafia Berkeley’. Mereka hendak menggelar pertemuan dengan sejumlah konglomerat Yahudi dunia yang dipimpin Rockefeller.


Menjual Aset Kekayaan Alam Negara Kepada Pihak Asing

Di Swiss, sebagaimana bisa dilihat dari film dokumenter karya John Pilger berjudul “The New Ruler of the World’ (yang bisa didownload di situs youtube) tim ekonomi suruhan Jenderal Suharto ini menggadaikan seluruh kekayaan alam negeri ini ke hadapan Rockefeler cs.

Dengan seenaknya, mereka mengkavling-kavling bumi Nusantara dan memberikannya kepada pengusaha-pengusaha Yahudi tersebut.

Gunung emas di Papua diserahkan kepada Freeport, ladang minyak di Aceh kepada Exxon, dan sebagainya.

Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) tahun 1967 pun dirancang di Swiss, menuruti kehendak para pengusaha Yahudi tersebut.

Tapi siapa sangka, walau sudah banyak sekali buku-buku ilmiah yang ditulis para cendekia dari dalam dan luar negeri tentang betapa bobroknya kinerja pemerintahan di saat Jenderal Suharto berkuasa selama lebih kuarng 32 tahun, dengan jutaan fakta dan dokumen yang tak terbantahkan, namun nama Suharto masih saja dianggap harum oleh sejumlah kalangan.

Bahkan ada yang begitu konyol mengusulkan agar sosok yang oleh Bung Karno ini disebut sebagai Jenderal Keras Kepala (Belanda: Koepeg) diberi penghargaan sebagai pahlawan nasional dan diberi gelar guru bangsa. Walau menggelikan, namun hal tersebut adalah fakta.


Penyiksaan dan Pembunuhan Rakyat Hingga Tokoh-Tokoh Agama

Usai Tragedi Priok, rezim Suharto sepertinya menemukan momentum untuk kian bertindak represif terhadap dakwah Islam. Intel disebar ke berbagai masjid untuk memata-matai khotib.

Jika ceramah sang khotib dianggap sedikit keras maka langsung ditangkap dan dipenjara.

Hal inilah yang menimpa salah satunya, Hasan Kiat, khotib dari Priok yang hanya karena ceramahnya tegas dalam akidah Islam ditangkap aparatnya Suharto.

Dalam tahanan pada masa Suharto, penyiksaan sudah menjadi santapan keseharian. Ustadz Zubir dari Kalibaru disiksa terus hingga dia meninggal dunia.

Seorang tapol Islam bernama Robby giginya digerus pakai gagang pistol, nyaris rontok semua. Sedang Tasrif Tuasikal, terpidana kasus Priok, dadanya ditusuk bayonet. Alhamdulillah, dia kuat,” ujar Hasan Kiat kepada penulis pada tahun 1998.


Makam Pak Harto (wikipedia)
Oleh aparatnya Suharto, walau tahu jika para tahanannya adalah orang-orang shalih, para ustadz, para aktivis masjid, dan sebagainya, namun untuk memberatkan mereka, aparat berusaha keras mengkaitkan mereka ini dengan PKI. Ini dinyatakan Hasan Kiat yang mengalami sendiri hal seperti itu.

Tragedi Aceh, Tanjung Priok, Lampung, hanyalah sebagian kecil kejahatan kemanusiaan yang dilakukan penguasa rezim Suharto terhadap umat Islam.

Belum lagi tragedi lainnya yang tidak kalah mengerikan seperti yang ditimpakan pada rakyat Timor-Timur, Papua, Kedungombo, dan sebagainya.

Seperti kata orang bijak, kehidupan ibarat roda yang berputar. Maka ada saat naik, ada pula saat turun. Demikian juga dengan kekuasaan Jenderal Suharto.

“Rezim yang lahir dari genangan darah jutaan rakyatnya ini dengan dukungan penuh dari blok imperialis dan kolonialis Barat, mengalami “masa keemasan” di akhir tahun 1960-an hingga semester kedua tahun 1990-an.”



Selama hampir sepertiga abad, Jenderal Suharto menjadi presiden dengan kekuasaan nyaris absolut bagaikan raja atau pun diktator. Siapa pun yang berani berseberangan keyakinan dan pandapat dengannya, walau ia bekas teman paling setia pun, pasti akan disingkirkan.

“Di masa awal kekuasaannya, rezim ini menggadaikan kekayaan alam bangsa yang sedemikian besar kepada jaringan korporasi Yahudi sekaligus merancang cetak biru perundang-undangan penanaman modal asing Indonesia di Swiss (1967).”

Langkah ini diikuti dengan “stabilisasi” perekonomian dan politik di dalam negeri, dengan campur tangan penuh kekuatan imperialis dan kolonialis dunia seperti Amerika Serikat dan Jepang.

Terhadap dakwah Islam, rezim Jenderal Suharto bersikap sangat keras. Walau di awal naiknya kekuasaan, umat Islam sempat digandeng dengan mesra, namun setelah berkuasa, umat Islam ditendang keluar dari pusat kekuasaan.

Dakwah Islam menjadi barang haram dan bahkan menjadi sasaran operasi intelijen di bawah komando Jenderal Ali Moertopo hingga Jenderal Leonardus Benny Moerdhani.



“Sepanjang tahun 1970-an, rezim Jenderal Suharto menikmati masa kejayaan dan kemakmuran dengan ‘Oil Booming’nya. Di sisi lain, korupsi, kolusi, dan nepotisme juga tumbuh dengan sangat subur.”

Cendana, nama jalan tempat tinggal Suharto di kawasan Menteng, Jakarta, menjadi pusat dari peredaran keuangan di negeri ini. Dan banyak orang yang haus kekuasaan dan juga kekayaan secara gerilya maupun terang-terangan, juga merapat ke Cendana.

Pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an, seiring perubahan kepentingan politis Amerika Serikat, di mana era perang dingin sudah bisa dikatakan berakhir dengan tumbangnya Uni Soviet dan imperium komunis di Eropa Timur, maka berubah pula orientasi politis dari rezim Jenderal Suharto. Walau demikian “stabilitas politik dan ekonomi” serta “Pancasila” masih menjadi tuhan yang tidak boleh diganggu gugat.

Dakwah Islam yang sudah puluhan tahun ditindas dengan amat represif, perlahan-lahan simpulnya dikendurkan oleh Suharto. Banyak kalangan menyebut Suharto sudah bertobat dan akan khusnul khotimah.

Atribut-atribut keislaman seperti peci putih, sorban, dan jubah mulai dikenakan oleh Jenderal yang tangannya berlumuran darah jutaan rakyatnya ini. Jilbab secara perlahan juga mulai berkibaran di seantero negeri.




Tokoh-tokoh Islam dengan cepat dan sedikit gegabah, menyebut hal ini sebagai kebangkitan Islam di Indonesia, padahal baru sebatas kulit luarnya saja.

Membentuk Tradisi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Sedangkan ‘tradisi’ KKN tetap dilestarikan bahkan sekarang sudah mengalami inovasi yang sangat luar biasa. Ke masjid sering, namun tetap saja gila memburu proyek-proyek yang sarat dengan mark-up anggaran dan sebagainya.

“Yoshihara Kunio, yang meneliti hubungan bisnis dan politik kekuasaan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menerbitkan bukunya yang akhirnya dilarang beredar oleh Suharto. Buku tersebut berjudul “Kapitalisme Semu Asia Tenggara”.

Untuk Indonesia, Kunio menyatakan jika pondasi perekonomian bangsa ini sebenarnya sangat rapuh karena dibangun berdasarkan praktik KKN semata.

Sedangkan para pengusaha kecil-menengah yang lokal, nyaris hidup sendiri tanpa adanya suatu proteksi atau pun perlindungan khusus dari pemerintah. Akibatnya, kian hari kian banyak perusahaan lokal yang dicaplok oleh korporasi asing.

Sebab itu, ketika tepat 100 tahun gerakan Zionisme Internasional merayakan kelahirannya, dan salah seorang pengusaha Yahudi dunia bernama George Soros memborong mata uang dollar AS dari pasar uang dunia, maka meletuslah krisis keuangan yang berawal dari Thailand dan terus merembet ke Indonesia.



Harga membubung tinggi dan banyak pengusaha hasil KKN ambruk. Jahatnya, para konglomerat kakap yang amat dekat dengan Cendana malah melarikan diri ke luar negeri dengan membawa uang rakyat Indonesia dengan nilai yang amat sangat banyak.

Uang hasil BLBI yang jumlahnya ratusan triliun rupiah dijarah dan tidak pernah dikembalikan hingga detik ini. Indonesia meluncur pasti menuju kebinasaan.

Juga emas batangan dan perhiasan yang jumlahnya berton-ton hasil sumbangan segenap rakyat Indonesia untuk bangkit dari krisis moneter 1998 juga tak berbekas sama sekali, kemana larinya semua emas sumbangan rakyat tersebut?

Ketika Indonesia mulai menjadi Kapitalis sejak Zaman Orde Baru (New Order) di era Suharto yang sudah “menjual” aset kekayan alam Indonesia kepada pihak asing, maka siapapun Presiden Indonesia kedepannya, takkan bisa berkutik lagi terhadap Dunia Barat hingga ke depannya, entah sampai kapan dan….. dengan batas waktu yang Tak Bisa Ditentukan.


Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Tinggalkan Sedikit Pesan Saran dan Kesan

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © 2015 Simple SEO ✔